Istiqamah Dalam Beramal
Istiqamah Dalam Beramal
Istiqâmah secara harfiyah berarti kokoh, teguh, lurus, atau dalam bahasa populernya dikenal dengan istilah konsisten. Menurut bentuknya istiqâmah terbagi tiga; pertama istiqâmah dalam keyakinan, kedua istiqâmah dalam ucapan dan ketiga istiqâmah dalam perbuatan atau amal.
Istiqâmah dalam beramal meliputi dua aspek; pertama istiqâmah dalam melaksanakannya. Dalam pengertian, bahwa suatu amal dikerjakan secara terus menerus atau secara konsisiten. Seseorang disebut istiqâmah dalam beramal jika amal atau ibadah selalu dikerjakan dalam kondisi dan situasi apapun, baik amal sunat apalagi yang wajib. Salah satu bentuk istiqâmah atau konsisten dalam melaksanakan amal seperti yang digambarkan Allah swt dalam surat an-Nisa’ [4]: 101-104, tentang pelaksanaan shalat. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa shalat dalam kondisi apapun harus tetap dilaksanakan. Seorang yang sedang dalam perjalanan atau disebut musafir diberikan keringanan berupa pembolehan mengqashar (meringkas) shalatnya, atau menjama’ (menghimpun) dua shalat dalam waktu yang sama, atau menjama’ dan mengqashar dilakukan sekaligus dengan tujuan shalat tetap dilaksanakan.
Begitu juga jika dalam peperangan, Allah swt memberikan aturan agar shalat dilaksanakan dalam kondisi menghadap musuh, jika musuh berada di arah kiblat dalam kondisi tetap siaga dengan senjata. Jika musuh di belakang kiblat maka jama’ah dibuat dua gelombang, satu gelombang shalat dua rakaat bersama imam, kemudian menyelesaikan shalat mereka masing-masing. Kemudian gelombang kedua yang bertugas menjaga, ikut shalat pada dua raka’at terakhir bersama imam. Namun jika situasinya sangat genting dan peperangan sedang berkecamuk, maka shalat dilakukan sesuai kemampuan. Bagi yang sedang berlari, shalatlah dalam kondisinya, yang sedang di atas punggung kuda shalat dalam kondisi tersebut begitulah seterusnya, namun shalat tetap harus dikerjakan.
Selanjutnya jika seseorang sakit, maka dia tetap shalat sesuai kesanggupannya, kalau tidak mampu berdiri, duduk dan jika duduk tidak mampu, dibolehkan berbaring dengan menggunakan isyarat mata, hati dan sebagainya. Begitulah bentuk istiqâmah atau konsistensi dalam melaksanakn amal.
Dalam melaksanakan amalan sunat juga diperlukan istiqâmah dengan melaksanakannya secara rutin dan terus menerus. Oleh Karena itu, Rasulullah saw mengingatkan, bahwa amal yang paling disukai Allah swt adalah amalan yang dilakukan secara terus menerus sekalipun kecil. Bersedekah seribu rupiah setiap hari selama seratus hari, lebih baik dari bersedekah seratus ribu namun sekali saja.
Kedua, istiqâmah dalam pelaksanaan amal atau ibadah; yaitu melaksanaannya dengan kokoh dan sempurna sesuai aturan dan ketentuan yang telah digariskan. Misalnya dalam melaksanakan shalat, maka istiqâmah berupa pelaksaan semua rukun dan syaratnya dengan sempurna, mulai dari berwudhu’, pelaksanaan, bacaan dan sebagainya. Makanya, Allah swt menyuruh melaksanakan shalat dengan perintah “aqîmû al-shalah/ dirikanlah shalat dengan sempurna”.
Istiqâmah dalam pelaksanaan amal juga menuntut dilaksanakannya suatu amal dengan penuh keikhlasan karena Allah swt semata. Sebab, ibadah atau amal yang dilaksanakan tanpa keikhlasan sangat rapuh, bahkan tidak bernilai di hadapan Allah swt. Seperti yang disebutkan dalam surat al-Baqarah[2]: 264
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
Suatu amal yang dikerjakan tanpa keikhlasan atau didorong motivasi lain selain Allah swt, bukan saja tidak kokoh namun tidak punya arti sama sekali. Ibarat debu yang berada di atas sebuah batu licin, lalu ditimpa hujan yang sangat lebat. Sedangkan amal yang dilakukan dengan keikhlasan, akan menjadi sangat kokoh dan kuat, bukan saja nilai pahalanya di sisi Allah swt, namun juga keteguhan pelakunya dalam melaksanakan suatu amal. Bahkan syaitahnpun tidak mampu menggoyahkannya. Seperti firman Allah dalam surat al-Hijr [15]:39-40
قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ(39)إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ(40)
Artinya: “Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik perbuatan ma’siat di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. (39) kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka”.(40)
Hal itulah yang ditunjukan oleh para nabi dan rasul Allah swt dalam berda’wah mengajak manusia ke jalan yang benar. Di antaranya seperti yang diperlihatkan Rasululah saw ketika beliau ditawari oleh masyarakat Quraisy dengan jabatan tinggi, kekayaan yang melimpah atau wanita-wanita cantik. Namun, beliau dengan tegas dan kokoh menjawab “Jika saja kalian mampu meletakan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, supaya aku meninggalkan pekerjaanku ini, pastilah aku tidak akan meninggalkannya sampai aku menang atau mati karenanya”.
Manusia yang istiqâmah dalam beramal akan mendapat banyak keuntungan, baik di dunia maupun di akhirat. Sesuai firman Allah swt dalam surat Fushshilat [41]: 30-32,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ(30)نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ(31) نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ(32)
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu (30), Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta (31), Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (32).”
Allah swt menjelaskan, minimal ada tiga keuntungan orang yang istiqâmah; pertama, para malaikat akan turun kepada mereka dengan membawa ketenangan dan kebahagian, sehingga mereka senantiasa terdorong untuk melakukan kebaikan. Kedua, Allah swt telah menyediakan sorga-Nya dengan beraneka ragam bentuk kenikmatan yang tidak akan pernah bisa diungkapkan dengan bahasa manusia betapa indah dan nikmatnya. Ketiga, Allah swt menjamin akan menjadi Penolong mereka, baik dalam kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat nanti, sehingga mereka akan selalu menghadapi hidup dengan penuh kemudahan.