Ada yang berpenghasilan Rp 1 juta, lajang, di akhir bulan selalu mengeluh kekurangan. Ada yang berpenghasilan Rp 1.5 juta, lajang, selalu menggunakan separuh gajinya untuk sedekah, bisa menabung, dan hidup bahagia hingga akhir bulan. Ada yang berpenghasilan Rp 3 juta, berkeluarga, anak 1, selalu ngepas akibat banyak cicilan. Ada yang berpenghasilan Rp 5 juta, anak 3, uang selalu sisa di akhir bulan. Ada yang berpenghasilan Rp 500 ribu, berkeluarga, rutin bersedekah, dan bisa menabung untuk qurban. Ada yang berpenghasilan puluhan juta, properti di mana-mana, tapi masih tergoda aroma uang negara.
Terdapat banyak variabel yang mempengaruhi semua itu. Tetapi, jika dipikir lagi, rejeki memang ajaib, bukan?
Jika banyaknya uang dan barang tidak menjamin kita untuk tidak merasa kekurangan, lalu apa sebenarnya itu kaya?
Kaya adalah merasa cukup di dalam hati. Dan rasa cukup itu kita yang melatih, Allah yang memudahkan.
Akan selalu ada baju yang lebih bagus. Akan selalu ada gadget yang lebih canggih. Akan selalu ada kendaraan yang lebih nyaman. Akan selalu ada barang yang lebih baik. Akan selalu ada makanan yang lebih enak. Akan selalu ada keinginan-keinginan yang menyamar menjadi kebutuhan-kebutuhan.
Jadi, jika memang mampu, apakah salah untuk mendapatkan semua itu? Sama sekali tidak.
Tetapi, apakah harus menunggu kaya, harta berlimpah, dan terpenuhinya semua kebutuhan untuk bersedekah? Padahal ada sesuatu yang tak mau menunggu bernama kematian.
Bersedekahlah, maka hati akan dikayakan.
# JUM’AT KE 80
# SEDEKAH NASKOT DI STATION DEPO
# PURWODADI-GROBOGAN
#KEEP ISTIQOMAH